Kamis, 17 Maret 2011

Ketoprak

Pertunjukan ketoprak di wilayah DI Yogyakarta kian meredup. Pemanggungan rutin ketoprak semakin jarang digelar. Seniman ketoprak yang bertebaran di wilayah pelosok pedesaan pun akhirnya memilih beralih ke profesi lain.
Para seniman ketoprak tersebut tetap berharap pada era kebangkitan kembali seni tradisional ketoprak. Seniman ketoprak di Dusun Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul, N gatijo, misalnya, mengaku rindu untuk bisa kembali bermain ketoprak. Ketoprak di Gunung Kidul pernah menjadi tontonan populer di wilayah pedesaan sekitar tahun 1970-1980.
Meskipun seni ketoprak telah redup sejak tahun 1990-an, Ngatijo masih menyimpan pakaian pentas ketoprak dan tonil (dekorasi panggung berbentuk kain dinding) di rumahnya.
Menurut Sutradara Ketoprak Bondan Nusantara , kelompok-kelompok ketoprak di DIY memang semakin surut. Pergelaran rutin ketoprak kini hanya ditemui di Radio Republik Indonesia DIY dengan pemanggungan tiap satu bulan satu kali. Beberapa stasiun radio lainnya seperti Retjo Buntung, Arma, dan Kanca Tani tak lagi menggelar pentas ketoprak.
Pementasan ketoprak di wilayah pedesaan juga semakin jarang digelar. Gr up-grup ketoprak yang masih bertahan biasanya berada di wilayah pelosok pedesaan di selatan DIY seperti di Bantul dan Kulonprogo. Ke depan, ketoprak harus kembali ke habitat asal sebagai tontonan rakyat yang mengungkap persoalan rakyat, kata Bondan, Kamis (14/10).
Pengelola Ketoprak Tobong Kelana Bhakti Budaya Risang Yuwono menambahkan kondisi seni ketoprak memang cenderung stagnan. Ketoprak Tobong Kelana Bhakti Budaya dari Kediri ini sempat akan dibubarkan, tetapi hingga kini tetap dipertahankan karena para seniman ketoprak tobong tersebut sama sekali tidak punya rumah untuk pulang.
Menurut Risang, grup ketoprak tidak bisa lagi mengandalkan bantuan dari pemerinta h untuk terus hidup dan berkembang. Masyarakat harus disadarkan tentang perlu atau tidaknya kehadiran ketoprak sebagai bagian dari kekayaan seni tradisional. Ketoprak harus didudukkan sebagai sumber pembelajaran seni bagi siswa karena di dalamnya tercakup seni peran, sastra, hingga seni tarik suara tradisional, ujar Risang.


Sumber:
http://wartadelanggu.blogspot.com/2010/10/pentas-ketoprak-samsoyo-sepi.html

Selasa, 15 Maret 2011

Rasulan Gunungkidul

Bersih desa atau istilah di masyarakat Gunungkidu disebut RASUL merupakan tradisi yang saat ini masih dilaksanakan .Hampir setiap desa setiap tahun mengadakan acara RASULAN dengan mengundang wayang kulit atau kesenian lainnya  pada waktu acara tersebut dilaksanakan.Biasanya dilaksanakan setelah musim panen yang kedua atau sudah musim kemarau.

Dalam teknis pelaksanaannya pemerintah desa membentuk panitia Rasulan dan kemudian panitia rasulan merencanakan acara ,waktu pelaksanaan serta jumlah biaya  yang dibutuhkan . Setelah teknis pelaksanaan di putuskan kemudian biaya pelaksanaan dibebankan kepada warga masyarakat perkeluarga.
Besar kecilnya biaya yang ditanggung warga tergantung beberapa hal :
1. Dhalang yang di undang : terkenal, atau dhalang biasa
2. Jumlah acara yang akan dilaksanakan : Wayang kulit, kethoprak, ledhek ( tayub ) reog, olahraga dan kesenian
lainnya.
Bila dhalang wayang kulit yang diundang dhalang yang sudah terkenal di tingkat nasional maka biaya untuk dhalang
dan perangkatnya bisa mencapai 20 juta atau lebih.Tetapi bila dhalang yang diundang dhalang biasa maka biaya agak lebih murah .Bila tambahan acara lebih banyak maka dana yang ditanggung warga masyarakatpun akan bertambah besar pula.
Selain biaya untuk pelaksanaan acara rasulan tersebut para warga juga harus menyediakan masakan-masakan khas RASULAN ; Nasi uduk, peyek, jangan lombok, abon atau srondeng, gudheg , mie, daging ayam atau telur untuk ingkung dan sebagainya.Pengeluaran lain adalah untuk menjamu tamu yang datang dari luar daerah seperti teman-teman anaknya yang sekolah di luar kelurahannya, famili yang berdomisili di luar kelurahannya.
Apa sesunggunya maksud dan tujuan adanya RASULAN dari beberapa sumber orang tua maksud RASULAN adalah untuk memohon kepada TUHAN YANG MAHA ESA supaya dalam kehidupannya diberi keselamatan dan kemudahan dalam mencari rezeki dan juga sekaligus ucapan terima kasih kepada TUHAN YANG MAHA KUASA atas pemberian hasil panen yang telah dilaksankan.
Biaya yang diperlukan perkeluarga untuk mendukung  acara RASULAN tersebut  bisa mencapai duapuluh ribu rupiah sampai tiga puluh ribu rupiah perkeluarga.Ditambah biaya untuk menyediakan perangkat lainnya.
Bila sampai waktu yag ditentukan maka seluruh warga akan berbondong-bondong ke lokasi Rasulan dengan membawa nasi uduk , ingkung ayam dan perlengkapan lainnya.Acara ritual ini biasanya dipimpim oleh pak Kaum atau pak Modin sampai selesai.
Malam harinya dilaksanakan pertunjukkan wayang kulit semalam suntuk dengan disaksikan oleh segenap warga masyarakat dan juga pengunjung dari luar daerah atau luar kelurahan.
Pedagang mainan anak-anak juga tidak mau ketinggalan menjajakan dagangannya ,untuk menarik pengunjung terutama anak-anak mereka menjajakan dagangannya memanjang disepanjang jalan masuk lokasi pertunjukan.Para orang tua pun menyambut dengan senang dan juga sedih ,senangnya bisa membelikan mainan untuk anak atau cucunya,sedihnya uangnya kadang-kadang kurang karena permintaan anak maupun cucunya melebihi kemampuan keuangannya.
Demikianlah sekilas tentang acara adat RASULAN untuk memohon kekuatan kepada Tuhan YME  .Sebetulnya bagi Umat Islam permohonan kepada Alloh SWT tidak perlu mengeluarkan dana yang sangat besar ,tetapi dengan cara laksanakan apa yang diperintahkan dan tinggalkan apa yang dilarang oleh ALLOH SWT Insya Alloh akan mendapatkan keselamatan dari Alloh SWT. Semoga Alloh SWT selalu memberi kekuatan kepada kita amien.
7. Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. Q.S Al-Khahfi ayat 7

Sumber:
http://azzamudin.wordpress.com/2009/07/02/bersih-desa-atau-rasulan-di-gunungkidul/

Janggrung

Tarian Janggrung di daerah Kecamatan Semanu Gunungkidul merupakan jenis kesenian yang disakralkan. Dalam setiap pelaksanaan acara bersih desa, setiap tahunnya kesenian ini selalu dipentaskan di tempat yang dikeramatkan, yakni di bawah pohon asem dan Kepoh yang berada di Dusun Munggi Desa Munggi Kecamatan Semanu. Konon, tempat tersebut dipercaya sebagai cikal bakal berdirinya daerah setempat.
Oleh masyarakat setempat kedua pohon besar tersebut diselimuti dengna bentangan kain kafan panjang. Menurut juru kunci, Atmo Suwito (75) dulunya ditempat itu tumbuh pohon munggi besar yang kemudian desa tersebut dikenal dengan sebutan desa Munggi.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Tarian Janggrung dipercaya dapat digunakan sebagai perantaraan penyembuhan berbagai macam penyakit. Oleh seorang penari orang yang terserang penyakit dimintakan kepada yang mbau rekso (penguasa gaib) yang punya tempat untuk diberikan kesembuhan. Oleh seorang penari orang yang sakit diajak menari dengan diiringi musik gamelan dan selanjutnya dicium dan diusap mukanya dengan mengguknakan selendang sang penari.
Sepintas diamati tidak sedikit pengunjung yang datang untuk berobat. Dengan kepercayaan yang diyakini dan nilai spiritualitas yang tinggi tak sedikit pengunjung yang rela datang dari luar kota. Percaya tidak percaya kesembuhan yang diharapkan pun muncul. Entah dari mana sumbernya namun yang jelas jika seseorang mempunyai keinginan untuk sembuh dan telah berikhtiar Tuhan akan memberikan kesembuhan dengan beribu jalan.
Selain tarian janggrung, ditempat yang dikeramatkan tersebut seorang Juru kunci membacakan mantra-mantra sambil membakar kemenyan. Selain meminta penyembuhan, terlihat banyak pengunjung yang masih mempercayai jika tempat keramat tersebut dapat mendatangkan berkah. Atmo Suwito menjelaskan tak sedikit warga sekitar maupun dari daerah lain yang datang untuk didoakan agar mendapatkan berkah,kemurahan rejeki maupun jodoh.
“Cukup membawa kemenyan sama kembang (bunga).” Ujar Atmo Suwito.
Asap kemenyan yang mengepul ditambah alunan musik janggrung dengan lenggak-lenggok sang penari seakan membawa para penonton hanyut dalam nuansa mistik yang sangat kental. Meski dalam perkembangannya kesenian ini hampir punah. Namun, bagi masyarakat yang mempercayainya kesenian ini masib tetap dilestarikan. Selain nilai ritual yang tinggi kesenian janggrung juga merupakan kekayaan budaya masyarakat di Gunungkidul.

Sumber:
http://omgunung.blogspot.com/2010/07/tarian-janggrung.html 

Campursari

Istilah campursari dalam dunia musik nasional Indonesia mengacu pada campuran (crossover) beberapa genre musik kontemporer Indonesia. Nama campursari diambil dari bahasa Jawa yang sebenarnya bersifat umum. Musik campursari di wilayah Jawa bagian tengah hingga timur khususnya terkait dengan modifikasi alat-alat musik gamelan sehingga dapat dikombinasi dengan instrumen musik barat, atau sebaliknya. Dalam kenyataannya, instrumen-instrumen 'asing' ini 'tunduk' pada pakem musik yang disukai masyarakat setempat: langgam Jawa dan gending.
Campursari pertama kali dipopulerkan oleh Manthous dengan memasukkan keyboard ke dalam orkestrasi gamelan pada sekitar akhir dekade 1980-an melalui kelompok gamelan "Maju Lancar". Kemudian secara pesat masuk unsur-unsur baru seperti langgam Jawa (keroncong) serta akhirnya dangdut. Pada dekade 2000-an telah dikenal bentuk-bentuk campursari yang merupakan campuran gamelan dan keroncong (misalnya Kena Goda dari Nurhana), campuran gamelan dan dangdut, serta campuran keroncong dan dangdut (congdut, populer dari lagu-lagu Didi Kempot). Meskipun perkembangan campursari banyak dikritik oleh para pendukung kemurnian aliran-aliran musik ini, semua pihak sepakat bahwa campursari merevitalisasi musik-musik tradisional di wilayah tanah Jawa.

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Campursari

Reog

Reog gunungkidul itu identik dengan kegiatan rasulan, bersih desa, yang selalu diselenggarakan tahunan. sore tadi kami menyaksikannya di wonosari, suatu dokumentasi dalam bentuk film yang diputar di lapangan olah raga depan rumah eyang.
anak-anak disertai orang tuanya keluar malam itu, bila mendengar suara gamelan reog yang khas satu-satu. musik gamelan dengan komposisi yang amat sederhana, hanya mengandalkan kendang, kenong-kempul dan gong, malam itu ditambah ‘drum’ atau bedug untuk lebih menimbulkan efek berdegub, seolah panggilan bagi seluruh warga desa untuk menyatu.
mas darminta ada di situ, di samping istri dan anaknya, menyaksikan tariannya sendiri ketika menjadi warok, salah satu episode dalam reog gunungkidul. badan mas dar memang gempal, sebagaimana semua pemeran warok dalam episode itu. mas herry, penjual ticket bus malam di terminal, badannya lebih gempal lagi, juga di sana. mas darminta sendiri adalah sopir bus.
para warok ini bergerak dengan kaki beringsut-ingsut, tangan mengedang menggerak-gerakkan tali besar yang dipakai sabuk celananya. busana khas petani jawa, hitam-hitam longgar, ini sesekali berkibar oleh gerakan angin, menyingkapkan tatto di tubuh pemainnya.
tatto, sudah biasa menghiasi dada, lengan, punggung dari para warok ini. tatto ini kadang tersingkap dari celah baju hitam yang mereka kenakan, menambah kesan ‘sangar’ dari mereka.
saya menduga, adegan atau episode warok ini dalam repertoir reog gunungkidul, adalah adegan sisipan. kelihatan berbeda dari episode lain dalam repertoir reog tersebut, diiringi oleh gendhing dan pukulan gendang yang berbeda pula. mungkin diambil dari repertoir reog ponorogo, yang di sana adegan itu lebih punya tempat, ada sebab musabab yang membenarkan kehadirannya.
episode lain dalam reprertoir reog gunungkidul biasanya hanya berupa tarian pertempuran antara kelompok kiri dan kanan: hitam dan putih atau merah dan putih. ini diwakili oleh pertempuran antara sekelompok pasukan hitam melawan sepasukan putih, oleh panglima pasukan hitam melawan panglima pasukan putih. tapi kali ini, repertoir itu ditambah dengan adegan warok, ‘bujangganong’, kuda lumping, dan ‘penthul-tembem’. semua tambahan ini untuk refinement, untuk membuat pertunjukan lebih lama dan lebih variatif.
pertunjukan reog di gunungkidul, pada dasarnya, mau menggambarkan harapan, bahwa kesulitan bisa diatasi. bahwa perjuangan tidak sia-sia: ada kalanya kalah dan ada kalanya menang. repertoir reog gunungkidul memang tidak memenangkan salah satu kelompok yang bertempur, entah itu kelompok hitam atau putih. keduanya menang dan keduanya kalah, secara bergiliran. suatu cerminan cara mereka menyikapi situasi mereka sendiri yang secara berkala menghadapi masalah dengan cuaca: kadang terik gersang, kadang hijau karena hujan. mereka tidak ingin mengalahkan alam yang menyulitkan hidup mereka, tapi mencoba memahami dan menjalani hidup bersamanya.

Sumber:
http://lecturer.ukdw.ac.id/mahatmanta/journal/?p=1612

Jathilan

Jathilan merupakan kesenian yang menyatukan antara untur gerakan tari dengan magis. Kesenian yang juga sering disebut dengan nama jaran kepang atau jaran dor ini dapat dijumpai di desa-desa di Jawa, tak hanya di Jogja.
Pagelaran ini dimulai dengan tari-tarian. Kemudian para penari bak kerasukan roh halus sehingga hampir tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan. Di saat para penari bergerak mengikuti irama musik dari jenis alat musik jenis alat gamelan seperti saron, kendang, dan gong ini, terdapat pemain lain yang mengawasi dengan memegang pecut atau cemeti.
Pemain yang bertugas mengawasi itu adalah yang terpenting dalam jathilan ini. Dia adalah dukunnya dan dia "mengendalikan" roh halus yang merasuki para penari. Para penari yang umumnya menggunakan kuda kepang – bambu yang dianyam menyerupai kuda.
Para penari ini juga melakukan atraksi-atraksi berbahaya yang tak dapat dinalar oleh akal sehat. Diantaranya adalah mereka dapat dengan mudah memakan benda-benda tajam sperti silet, pecahan kaca, atau bahkan lampu tanpa terluka atau merasakan sakit. Dan ketika mereka di lecuti dengan cambuk atau cemeti pun, tubuh mereka tidak memar atau tergores.
Sumber:
http://www.trulyjogja.com/index.php?action=news.detail&cat_id=7&news_id=118

Senin, 14 Maret 2011

Wayang Kulit

Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata Ma Hyang artinya menuju kepada yang maha esa, . Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang(lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.
Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tak dibatasi hanya dengan pakem (standard) tersebut, ki dalang bisa juga memainkan lakon carangan (gubahan). Beberapa cerita diambil dari cerita Panji.
Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga ( Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity ). Wayang kulit lebih populer di Jawa bagian tengah dan timur, sedangkan wayang golek lebih sering dimainkan di Jawa Barat.

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Wayang_kulit

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons